AnalisisRerata dan Standar Deviasi Return Saham dan Return Pasar serta Beta Saham Perusahaan. Hasil pengujian yang dilakukan terhadap data harga saham PT. Kalbe Farma Tbk sejak tanggal 1 Januari 2010 sampai 23 Oktober 2015 menunjukkan rata-rata return saham sebesar 0,00088 dan standar deviasi saham sebesar 0,030814.

ArticlePDF Available Abstractstrong>English Based on typical agro-ecology and socio-economy conditions, Indonesian agriculture needs agricultural tools and machinery support with certain characteristics. The government has provided agricultural tools and machinery, especially in the last three years, although its success is limited. This paper is a scientific review discussing needs of agricultural tools and machinery for agricultural development, its implementation, and efforts to achieve effectiveness. Materials are compiled from various sources, both documentation of development planning, program reports, as well as the results of critical evaluation and analysis of various research results. The results show that development of agricultural tools and machinery in Indonesia requires a good mapping with respect to the needs and availability, as well as institutional efforts to increase its effectiveness. Use of agricultural tools and machinery can reduce farming costs and provide benefits for farmers and it contributes to food self-sufficiency. Agriculture mechanization has a good prospect if it is preceded by a mapping of needs and availability as well as an adequate institutional environment. Consequently, farm costs become lower and farming efficiency will improve. Indonesian Dengan kondisi agroekologis dan sosial ekonomi yang khas, pertanian Indonesia membutuhkan dukungan penggunaan alat dan mesin pertanian Alsintan dengan karakter tertentu. Pemerintah telah lama mengembangkan Alsintan, terutama tiga tahun terakhir, meskipun keberhasilannya masih terbatas. Tulisan ini merupakan review ilmiah scientific review yang membahas kebutuhan Alsintan untuk pembangunan pertanian, pelaksanaannya, serta upaya mencapai efektivitas penggunaannya secara optimal. Bahan disusun dari berbagai sumber baik dokumentasi perencanaan pembangunan, laporan program, maupun hasil evaluasi dan analisis kritis dari berbagai hasil penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan Alsintan di Indonesia membutuhkan pemetaan yang baik berkenaan dengan kebutuhan dan ketersediaannya, serta upaya kelembagaan untuk peningkatan efektivitasnya. Penggunaan Alsintan mampu menekan biaya usaha tani dan memberikan keuntungan bagi petani, sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian swasembada pangan. Mekanisasi Pertanian mempunyai prospek yang baik kalau didahului dengan pemetaan kebutuhan dan ketersediaan serta langkah langkah kelembagaan enabling institutional environment yang memadai. Sebagai konsekuensinya biaya usaha tani dapat ditekan dan efisiensi usaha tani dapat diperbaiki. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah163KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Agricultural Mechanization and Its Implications for Food Production Acceleration in Indonesia Rizma Aldillah Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia Email rizmaaldillah Naskah diterima 19 Agustus 2016 Direvisi 5 September 2016 Disetujui 10 November 2015 ABSTRACT Based on typical agro-ecology and socio-economy conditions, Indonesian agriculture needs agricultural tools and machinery support with certain characteristics. The government has provided agricultural tools and machinery, especially in the last three years, although its success is limited. This paper is a scientific review discussing needs of agricultural tools and machinery for agricultural development, its implementation, and efforts to achieve effectiveness. Materials are compiled from various sources, both documentation of development planning, program reports, as well as the results of critical evaluation and analysis of various research results. The results show that development of agricultural tools and machinery in Indonesia requires a good mapping with respect to the needs and availability, as well as institutional efforts to increase its effectiveness. Use of agricultural tools and machinery can reduce farming costs and provide benefits for farmers and it contributes to food self-sufficiency. Agriculture mechanization has a good prospect if it is preceded by a mapping of needs and availability as well as an adequate institutional environment. Consequently, farm costs become lower and farming efficiency will improve. Keywords agricultural tools, food self-sufficiency, machinery, mechanization, production ABSTRAK Dengan kondisi agroekologis dan sosial ekonomi yang khas, pertanian Indonesia membutuhkan dukungan penggunaan alat dan mesin pertanian Alsintan dengan karakter tertentu. Pemerintah telah lama mengembangkan Alsintan, terutama tiga tahun terakhir, meskipun keberhasilannya masih terbatas. Tulisan ini merupakan review ilmiah scientific review yang membahas kebutuhan Alsintan untuk pembangunan pertanian, pelaksanaannya, serta upaya mencapai efektivitas penggunaannya secara optimal. Bahan disusun dari berbagai sumber baik dokumentasi perencanaan pembangunan, laporan program, maupun hasil evaluasi dan analisis kritis dari berbagai hasil penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan Alsintan di Indonesia membutuhkan pemetaan yang baik berkenaan dengan kebutuhan dan ketersediaannya, serta upaya kelembagaan untuk peningkatan efektivitasnya. Penggunaan Alsintan mampu menekan biaya usaha tani dan memberikan keuntungan bagi petani, sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian swasembada pangan. Mekanisasi Pertanian mempunyai prospek yang baik kalau didahului dengan pemetaan kebutuhan dan ketersediaan serta langkah langkah kelembagaan enabling institutional environment yang memadai. Sebagai konsekuensinya biaya usaha tani dapat ditekan dan efisiensi usaha tani dapat diperbaiki. Kata kunci alat dan mesin pertanian, mekanisasi, produksi, swasembada pangan PENDAHULUAN Penggunaan mesin pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produk-tivitas dan efisiensi usaha tani, meningkatkan mutu dan nilai tambah produk, serta pember-dayaan petani. Pada hakekatnya, penggunaan mesin di pertanian adalah untuk meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi pertanian, di mana setiap tahapan dari proses produksi tersebut dapat menggunakan alat dan mesin pertanian Sukirno 1999. Dengan demikian, mekanisasi pertanian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi tenaga manusia, derajat dan taraf hidup petani, kuantitas dan kualitas produksi pertanian, memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani dari tipe subsisten subsistence farming menjadi tipe pertanian perusahaan commercial farming, serta mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat agraris menjadi sifat industri Wijanto 2002. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 164 Namun demikian, mekanisasi juga menimbulkan dampak yang tidak disukai, di antaranya menggeser tenaga kerja manusia dan ternak serta kesenjangan pendapatan. Penerapan mekanisasi juga perlu berdampak terhadap peluang kerja perempuan. Mekanisasi membutuhkan biaya yang tinggi dalam pengadaan dan perawatan alat-alat, dimana sebagian alat memerlukan arus listrik yang besar. Berbagai lembaga internasional telah mengembangkan mekanisasi cukup lama. Beberapa program sukses, namun sebagian mengalami kegagalan. Menurut IRRI 1986, keberhasilan pengembangan mekanisasi pertanian bergantung pada kondisi agroklimat, sistem ekonomi, dan budaya yang sejalan dengan peluang ekonomi penerapan alat dan mesin pertanian patterns of agricultural mecha-nization. Indonesia juga telah cukup lama mengem-bangkan mekanisasi pertanian, terutama dalam tiga tahun terakhir, di mana banyak jenis peralatan baru didistribusikan, terutama traktor pengolahan tanah, alat tanam rice transplanter, dan alat panen kombinasi rice combine harvester. Introduksi mesin dalam pertanian sudah dilakukan semenjak kemerdekaan, namun banyak menemui ketidakefektifan. Hal ini mencerminkan apa yang disebut premature mechanization, yaitu proses introduksi Alsintan yang kurang diikuti kesiapan kelembagaan. Dengan ciri pertanian yang berlahan sempit, permodalan terbatas, dan pendidikan petani rendah, maka dibutuhkan pendekatan pengem-bangan mekanisasi yang sesuai. Distribusi bantuan Alsintan secara nasional menunjukkan peningkatan yang cukup besar, terutama sejak adanya program Upsus untuk percepatan produksi padi, jagung, dan kedelai Pajale. Data BPS dan PSP yang telah diolah hingga tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan program bantuan Alsintan sebelum Upsus untuk traktor, pompa air dan rice ransplanter berada di kisaran 11–124% pada periode 2010–2014, dan meningkat menjadi 63– per tahun pada periode 2014–2016. Bantuan ini memberikan dampak yang cukup bagi peningkatan produksi padi dan jagung, dimana produksi rata-rata padi meningkat sebesar 4,51% per tahun 2014–2016 setelah adanya Upsus, dibanding sebelum adanya Upsus hanya meningkat rata-rata sebesar 1,64% per tahun 2010–2014. Begitu pun untuk produksi rata-rata jagung meningkat sebesar 2,34% per tahun setelah adanya Upsus, dan sebelumnya hanya meningkat rata-rata sebesar 1,08% per tahun pada periode yang sama. Efektivitas penerapan Alsintan sebagaimana dijelaskan Alihamsyah 2007 dalam usaha tani padi dan jagung tergantung pada jenis kegiatan dan kebutuhan wilayah dan harus sesuai dengan lingkungan strategis. Sebagai contoh, traktor roda dua TR2 dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan tenaga pengolah tanah dan mengejar waktu tanam serempak. Mesin perontok digunakan untuk mengatasi terbatasnya tenaga panen dan menekan kehilangan hasil. Penggunaan TR4 untuk pengolahan tanah dan alat tanam benih dapat mempercepat dan menjamin keserempakan waktu tanam. Bantuan Alsintan yang digelontorkan selama ini terkesan lebih mementingkan dampaknya secara teknis namun belum mempertimbangkan aspek sosial budaya. Banyak kemungkinan penyebab belum optimalnya pengembangan teknologi dalam kegiatan ekonomi dan sosial pada hampir semua sektor pembangunan di Indonesia, termasuk sektor pertanian. Penyebabnya adalah karena belum terjalinnya komunikasi dan interaksi yang intensif dan terbuka antara para pengambil kebijakan pemerintah yang didukung oleh lembaga riset dan pengembangan teknologi dengan para pengguna dari hasil riset dan pengembangan teknologi tersebut Lakitan 2013. Tulisan ini merupakan review terhadap program mekanisasi di Indonesia yang membahas aspek rasionalitas program, distribusi, efektivitas, dan dampaknya pada efisiensi dan percepatan produksi tanaman pangan. Bahan disusun dari berbagai sumber baik dokumentasi perencanaan pembangunan, laporan program, maupun hasil evaluasi dan analisis kritis dari berbagai hasil penelitian. Pada bagian awal dipaparkan tinjauan konseptual tentang peran mekanisasi pertanian, dilanjutkan dengan kinerja program, dan diakhiri dengan analisis efisiensi dan efektivitas program. PERAN MEKANISASI PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Fokus pembangunan ekonomi Indonesia adalah pembangunan pertanian, dengan alasan karena pertanian merupakan sektor yang menghidupi lebih dari 50 persen tenaga kerja di Indonesia, di samping penguasaan sumber daya pertanian yang sangat mendukung. Pada saat reformasi ekonomi beban sektor ini sangat berat namun tetap mampu menjadi tulang punggung ekonomi. Gambaran ini menunjukkan bahwa sektor pertanian akan tetap penting dalam KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah165perekonomian serta tetap berperan dalam pembangunan nasional. Keterkaitan yang erat antara pertanian dan industri serta jasa senantiasa menuntut kebijaksanaan pembangunan pertanian yang dinamis sejalan dengan transformasi perekonomian yang sedang terjadi. Keberlangsungan pertanian dengan beban yang berat ini membutuhkan dukungan mekanisasi pertanian Irwanto 1980. Menurut Olmstead dan Rhode c2014, mekanisasi adalah “… involved the replacement of simple hand tools and human power by more complicated machinery powered by animals, fossil fuels, and electricity.” Secara konseptual, mekanisasi pertanian adalah proses pengenalan dan penggunaan bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi perta-nian dapat juga diartikan sebagai penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasikan, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian Robbins 2005. Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada yang mengartikan bahwa saat ini teknologi mekani-sasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pascapanen bukan hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Penggunaan mesin sudah mencakup baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian Mugniesyah dan Machfud 2006. Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertu-juan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin juga dimaksudkan untuk meningkat-kan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Pengalaman dari negara-negara Asia menunjukkan bahwa perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan konsolidasi lahan, keberhasilan dalam pengen-dalian air, serta masukan teknologi biologis dan teknologi kimia. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian yang gagal terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan dengan penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksi sendiri untuk digunakan oleh petani setempat Mangunwidjaja dan Sailah 2005. Pengembangan teknologi pertanian di Indo-nesia hingga kini masih pada tahap awal. Kondisi yang dihadapi saat ini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik sehingga masih sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian Robbins 2005. Pengelolaan lahan, pengaturan dan manajemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian farm road belum memadai. Karena itu perlu diupayakan konsolidasi lahan serta penyediaan prasarana dan sarana pertanian secara tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern Umar 2008. Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai dan kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan Siahaan 2001. Apabila hal tersebut benar-benar kita miliki, maka kita sudah punya ketahanan pangan yang kokoh, sehingga bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya persaingan pada era global dapat dihindarkan. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila penggunaan dan pemilihan alat mesin pertanian dilakukan secara tepat dan benar Rizaldi 2006. Pada prinsipnya, konsepsi pengembangan mekanisasi didasarkan pada dua pendekatan, yaitu pendekatan wilayah dan pendekatan teknologi, yang keduanya harus diselaraskan dengan tujuan pembangunan pertanian sehing-ga konsep mekanisasi selektif benar-benar dapat dilaksanakan dengan tepat. Pendekatan wilayah dimaksudkan sebagai tingkat kesiapan suatu wilayah dalam hal menerima suatu teknologi baru. Pendekatan wilayah ini dibagi menjadi empat tingkat, yaitu 1 lancar, 2 siap, 3 setengah siap, dan 4 terbatas. Pendekatan teknologi dibedakan berdasarkan kompleksitas dan tingkat kemudahan teknologi itu digunakan oleh pemakai, yang dibedakan menjadi 1 teknologi sederhana, 2 teknologi madya, dan 3 teknologi maju Pramudya 1996. Penelitian Diao et al. 2014 menggunakan pendekatan supply chain untuk menganalisis Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 166 dua tipe mekanisasi di Ghana, yaitu 1 program pemerintah state-led mechanization program, dan 2 penyewaan Alsintan oleh swasta the private sector-led service hiring market. Pendekatan pemerintah yang banyak mempro-mosikan traktor kurang berhasil. Pola kedua dengan penyewaan traktor oleh pemilik-pemilik swasta justru lebih berkembang baik dan hal tersebut konsisten dengan pengalaman interna-sional. Beberapa keunggulan mekanisasi pertanian antara lain adalah 1 meningkatkan produksi per satuan luas; 2 meningkatkan pendapatan petani karena tambahan produksi; 3 meningkatkan efektivitas, produktivitas, kuantitas, dan kualitas hasil pertanian; 4 mempertahankan mutu pada penanganan segar, meningkatkan nilai tambah pada hasil produksi dengan proses pengolahan yang benar dan tepat, tanpa memengaruhi rasa dan aroma; 5 meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja; 6 menghemat energi dan sumber daya benih, pupuk, dan air; 7 meminimalkan faktor-faktor penyebab kegagalan dalam produksi; 8 meningkatkan luas lahan yang ditanami dan menghemat waktu; dan 9 menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang berkelanjutan Hardjosentono et al. 1996. Penggunaan alat mesin pertanian juga dapat meningkatkan mutu dan nilai tambah produk pertanian, serta memperluas kesempatan kerja di pedesaan melalui penciptaan agribisnis terpadu yang pada akhirnya akan memacu kegiatan ekonomi di pedesaan Manwan dan Ananto 1994. Keuntungan ekonomi dari pemanfaatan mekanisasi pertanian terihat dari nilai net present value NPV, net benefit cost ratio B/C, dan internal rate return IRR seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Subagiyo 2016, dimana Alsintan sudah merupakan kebutuhan bagi para petani untuk mengelola usaha taninya. Karena penggunaan Alsintan mampu menghemat biaya tenaga kerja dan waktu yang lebih cepat, maka Indeks Pertanaman IP menjadi naik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengelolaan jasa Alsintan traktor, thresher, dan RMU menguntungkan dengan nilai B/C lebih besar 1,0. Keuntungan usaha jasa traktor yang diusahakan memberikan nilai NPV sebesar B/C ratio sebesar 1,23, dan nilai IRR 50,12%, dengan tingkat pengembalian investasi 4,1 tahun. Data teknis dan ekonomis hasil analisis biaya dan kelayakannya menunjukkan bahwa pengusahaan mesin perontok tersebut menguntungkan dan layak. Begitupun keuntungan pemanfaatan Alsintan juga ditunjukkan dari penggunaan alat yang lain, seperti mesin tanam bibit padi rice transplanter yang dilakukan di sawah irigasi. Satu penelitian dengan alat ini yang menggunakan varietas Mekongga dengan jarak tanam 30 x 18 cm, di Desa Plosorejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah pada MT I dan MT II; terbukti mampu meningkatkan produktivitas masing-masing sebesar 16,13% dan 17,14%. Hasil penelitian yang lain dengan menggunakan varietas Inpari I mampu meningkatkan produktivitas sebesar 30% dibandingkan dengan sistem tegel 20 x 20 cm Suhendrata et al. 2012. PROGRAM DAN KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DI INDONESIA Mekanisasi pertanian pada dasarnya ber-tujuan untuk meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja, meningkatkan luas lahan yang dapat ditanami, menghemat energi dan sumber daya benih, pupuk, dan air, meningkatkan efektivitas, produktivitas dan kualitas hasil pertanian, mengurangi beban kerja petani, menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang berkelanjutan, serta mening-katkan pendapatan dan kesejahteraan petani Salokhe dan Ramalingam 1998. Awal perkem-bangan mekanisasi pertanian di Indonesia ditandai dengan pemanfaatan alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda di Sekon. Alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda ini kemudian dipindahkan ke Jawa dan digunakan sebagai pengenalan mekanisasi pertanian ke petani. Pada tahun 1950-an mulai didirikan pool-pool traktor di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan bantuan pool traktor dan alat-alat pertanian ini, dilakukan pembukaan lahan di berbagai daerah. Pada awal-awal perkembangan mekanisasi pertanian ini, Indonesia mengadopsi langsung teknologi dari negara maju, padahal kondisi lahan pertanian kita dan sistem usaha taninya jauh berbeda. Akibatnya, berbagai masalah timbul, seperti batas sawah menjadi hilang dan lapisan bawah yang kedap air rusak. Harapan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejah-teraan juga tidak tercapai. Proses alih teknologi seperti ini sering disebut sebagai material transfer. Perkembangan mekanisasi pertanian, khu-susnya padi, di Indonesia ditandai dengan kegagalan dan keberhasilan. Perkembangan tersebut tidak terlepas dengan perkembangan usaha tani padi dan intervensi serta partisipasi pemerintah dalam upaya mempercepat adopsi teknologi. Pada dekade 1950–1960, mekanisasi KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah167pertanian di Indonesia ditandai oleh penggunaan Alsintan ukuran besar, namun ternyata kurang sesuai dan gagal dengan dilikuidasinya Mekatani Ananto dan Trip 2012. Belajar dari pengalaman tersebut, maka pada dekade 1960–1980 terjadi penyesuaian-penye-suaian dalam pemilihan teknologi dengan kon-disi Indonesia. Tahun 1966 impor alat dan mesin pertanian semakin banyak masuk sehinggga cukup membantu pengembangan alat dan mesin pertanian dalam negeri. Pihak swasta semakin berperan dalam pengembangan dan penyediaan Alsintan yang terlihat dengan mulai diproduksinya rice huller, rice polisher, dan rice milling. Tetapi pengembangan teknologi pada periode ini masih bersifat meniru. Pada dekade ini juga terjadi pergeseran pemilikan alat dan mesin pertanian dari pemerintah ke petani. Bersamaan dengan itu, terjadi pula pergeseran pemakaian alat dan mesin pertanian dari yang besar ke yang lebih kecil buatan Jepang. Petani mulai tertarik untuk membelinya karena harga yang lebih murah dan aplikasi yang lebih sesuai dengan kondisi agroekologi pertanian Indonesia. Dekade 1960–1970 merupakan tahap awal masuknya Alsintan ukuran kecil, disertai studi aspek agroteknis dan ekonominya untuk melihat kelayakan penggunaannya. Pada dekade 1970–1980, perkembangan mekanisasi pertanian dimulai dengan program Bimbingan Massal Bimas dan Intensifikasi Khusus Insus, walaupun pada akhirnya ditandai dengan perdebatan tentang bagaimana sesungguhnya dampak sosial ekonomi dari traktorisasi. Pada dekade 1980–1990, mutu intensifikasi terus ditingkatkan melalui Operasi Khusus Opsus dan Supra Insus. Pada dekade 1990–2000 industri Alsintan dalam negeri semakin berkembang, namun pada dekade 2000–2010 pengembangan Alsintan di Indonesia terhambat akibat dampak krisis moneter. Dari tahun ke tahun kemampuan untuk melakukan alih teknologi di bidang alat dan mesin pertanian semakin meningkat. Jika kemampuan ini diukur dengan jumlah produsen dan industri alat dan mesin pertanian, hal ini dapat dijadikan acuan dalam capacity transfer alih teknologi dalam memproduksi teknologi mekanisasi pertanian. Pada tahun 2000 misalnya, terdapat kurang lebih 30 industri menengah dan besar penghasil Alsintan Anon 2000. Pertumbuhan industri Alsintan Indonesia masih tergolong lambat yang disebabkan karena riset yang masih kurang. Walaupun lembaga riset pemerintah maupun swasta sudah berdiri sejak lama, tetapi interaksi antara lembaga riset dengan industri Alsintan masih kurang. Akibatnya industri Alsintan dalam negeri memiliki keterbatasan dalam kemampuan mendesain alat yang sesuai dengan kondisi lahan setempat. Kelemahan tersebut diperparah oleh rendahnya daya beli petani sebagai konsumen, sementara pemberian kredit pertanian oleh pemerintah masih rendah. Masuknya Alsintan impor dari China dengan harga yang sangat murah cenderung dumping menjadi tantangan nyata terhadap industri Alsintan Indonesia. Masuknya Alsintan China tersebut sudah mulai dirasakan merugikan oleh petani karena mutunya yang sangat rendah PSP-IPB dan Deptan 2003. Pada awal perkembangannya, mekanisasi pertanian di Indonesia mengalami banyak hambatan baik dalam hal teknis, ekonomis, maupun sosial. Penggunaan alat dan mesin pertanian baru mengalami peningkatan sejak tahun 1970-an karena kesadaran petani yang semakin tinggi akan manfaat mekanisasi pertanian. Kesadaran ini muncul bersamaan dengan penerapan kebijakan untuk program swasembada beras pada waktu itu, sehingga semua usaha untuk peningkatan produksi padi diupayakan dengan prioritas tinggi, terutama pada pembangunan irigasi, penyuluhan dan perluasan areal pencetakan sawah baru. Walaupun pemakaian Alsintan di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi tingkat mekanisasi di Indonesia masih ketinggalan dari negara-negara lain. Menurut Alfan 1999, Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 kW/ha, bandingkan dengan Amerika Serikat 1,7 kW/ha, Belanda 3,6 kW/ha, dan Jepang 5,6 kW/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini mencerminkan mekanisasi pertanian yang masih rendah. Kehilangan hasil dalam pertanian masih besar dan penanganan pasca panen juga kurang sehingga produk yang dihasilkan mutunya kurang baik. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1986/1987 susut pasca- panen ada pada angka 18–19%. Kehilangan lossing terbesar terjadi pada proses panen dan perontokan, masing-masing sebesar 3 dan 5%. Lisyanto 2002 menemukan bahwa dengan teknologi penggilingan gabah yang banyak digunakan masyarakat, rendemen penggilingan hanya mencapai rata-rata 59%. Alsintan pada saat ini telah menjadi kebu-tuhan dalam pelaksanaan budi daya pertanian mengingat ketersediaan tenaga kerja pertanian yang sudah semakin menurun, karena kalangan muda enggan terjun ke sektor pertanian. Upah tenaga kerja yang mahal diatasi dengan mekanisasi pertanian. Hal ini terlihat dari masih banyaknya usulan daerah untuk tambahan bantuan Alsintan BBP Mektan 2006. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 168 Namun, tidak semua teknologi dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena karakteristik pertanian di Indonesia tidak sama dengan negara sumber teknologi diproduksi. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikem-bangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Secara umum, alasan tidak diadopsinya teknologi mekanisasi tersebut adalah tidak sesuai dengan kondisi fisik, serta lingkungan agrososioekonomi usaha tani. Beberapa penyebab yang telah dirangkum dari Pretty 1995, Roggers 1995, Handaka dan Joyowinoto 2002, Handaka 2004, dan Joyowinoto 2004 adalah sebagai berikut. 1. Inovasi merespons pada masalah yang keliru. Petani kurang merespons teknologi yang ditawarkan karena tidak sesuai dengan pilihan petani. Kebutuhan demand petani seringkali salah diidentifikasi oleh inovator, sehingga Alsintan yang diintroduksikan tidak diadopsi oleh petani. 2. Petani melakukan teknik budi daya yang lebih baik atau sama dengan inovasi yang diperkenalkan. Meskipun hasil penelitian menyebutkan inovasi teknologi yang diha-silkan lebih unggul, namun aplikasi di lapang memberikan hasil akhir yang berbeda, sehingga petani enggan mengadopsi. 3. Inovasi tidak bekerja sebagaimana seharusnya. Inovasi teknologi hanya berlaku untuk kondisi suatu tempat, tapi tidak untuk tempat yang lain. Tidak semua Alsintan bisa diterima dengan mudah di semua tempat karena faktor lingkungan, misalnya pene-rapan combine harvester di daerah dengan lumpur yang dalam. 4. Kegagalan penyuluhan. Lemah dan kurang efektifnya pelayanan penyuluhan telah menyebabkan proses komunikasi dan adopsi Alsintan terhambat. 5. Inovasi ternyata sangat mahal. Biaya bahan, tenaga kerja, atau opportunity cost sangat mahal. Opportunity cost yang diakibatkan inovasi ini juga mahal yang akhirnya inovasi berhenti dan pengem-bangannya tidak berlanjut. Beban biaya sifatnya lebih jelas, tetapi manfaatnya masih berisiko. Manfaat seringkali overestimate, dimana hitungan teoritis yang dilakukan menghasilkan keuntungan yang berlipat tetapi sebenarnya tidak demikian. 6. Tidak ada jaminan bagi status tanah. Status tanah dan kepemilikannya kurang menjamin keberlangsungan inovasi baik sebagai jaminan maupun sebagai sumber usaha. Petani umumnya adalah penggarap yang tidak memiliki otoritas penuh dalam memutuskan adopsi suatu inovasi baru. Secara umum, inovasi innovation adalah proses terjadinya penciptaan nilai tambah dari ilmu pengetahuan the process by which social actors create value from knowledge FAO 2014, sedangkan inovasi teknologi techno-logical innovations adalah “comprise new products and processes and significant technological changes of products and processes” OECD 2015. Sementara, UU No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membedakan antara “invensi” dengan “inovasi”. Pada Pasal 1 disebutkan bahwa “invensi” adalah suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah serta dapat dipergunakan untuk menyempurnakan atau memperbarui ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. Sementara, “inovasi” adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Dari kajian Handaka dan Prabowo 2014 tentang implementasi mekanisasi selama kurun waktu 1950-an sampai saat ini, diperoleh suatu pembelajaran bahwa penerapan alat dan mesin pertanian sebagai wujud fisik mekanisasi pertanian cenderung memunculkan premature mechanization jika sistem pengembangannya tidak memperhatikan aspek-aspek teknis, ekonomis, infrastruktur, dan kelembagaan sosial budaya setempat. Konsekuensi dari premature mechanization tersebut tidak hanya akan menjadi beban bagi sistem usaha tani, dan masyarakat, tetapi juga pemerintah yang sudah memberikan investasi yang cukup besar secara nasional. Pilihan pada jenis mesin sangat penting, sebagaimana pengalaman di Ghana dan Nigeria yang memilih mesin yang sesuai dengan lahan-lahan sempit. Kedua negara ini mengembangkan mekanisasinya dengan belajar dari Bangladesh yang menghadapi kondisi yang serupa Patrick et al. 2016. Perkembangan Sebaran Alsintan secara Nasional dan Kesenjangannya Penggunaan alat dan mesin pertanian Alsintan di Indonesia sudah dimulai sebelum Perang Dunia II. Pada masa itu alat dan mesin pertanian yang digunakan sebagian besar berupa mesin pengolahan hasil pertanian KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah169komoditas tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Perkembangan permintaan akan Alsintan telah mendorong para pengusaha industri alat dan mesin pertanian unluk meningkatkan investasi dan produksinya, bahkan banyak pengusaha baru yang membuka usaha di bidang industri ini. Kecenderungan ini mulai tampak pada Pelita IV dan sampai sekarang masih terus berlanjut. Kondisi ini perlu dipertahankan dengan memberikan pembinaan dan perlindungan yang diperlukan sehingga akan sangat membantu perkembangan penggunaan alat dan mesin pertanian di daerah. Peran pihak swasta tinggi dalam pengembangan mesin di Bangladesh Patrick et al. 2016. Penyediaan spare parts yang baik mendorong permintaan terhadap mesin, terutama yang dipasok dari China. Khusus untuk tresher, penggunaan dalam tiga musim secara intensif dalam setahun mampu menutupi setengah biaya pembeliannya. Jadi, dalam dua tahun telah mampu mengembalikan harga beli. Negara Ghana dan Nigeria memiliki pusat pengembangan mekanisasi, yaitu Agricultural Equipment Hiring Enterprises AEHE di Nigeria dan Agricultural Mechanization Service Enterprise Centers AMSEC di Ghana. Perkembangan Alsintan di Indonesia terlihat meningkat pesat. Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak tahun 2014, peningkatan traktor roda 2 TR2, traktor roda 4 TR4, pompa air, dan rice transplanter meningkat tajam. Awalnya hanya berkisar ratusan hingga ribuan unit saja, namun 2–3 tahun terakhir bisa mencapai belasan hingga ratusan ribu. Peningkatan ini didorong program percepatan pembangunan pertanian modern menuju kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani dalam dua tahun terakhir semenjak tahun 2014. Pemerintah menargetkan distribusi Alsintan sebesar 180 ribu unit, dan tahun 2016 telah mencapai 600 ribu lebih unit. Bahkan peningkatan distribusi Alsintan sejak 2–3 tahun terakhir mencapai 100 sampai 1000 lebih% per tahun Tabel 2. Peningkatan bantuan Alsintan nasional sejalan dengan pengembangan mekanisasi pertanian yang memiliki urgensi penting dalam pembangunan pertanian dengan pertimbangan yang disebutkan dalam Saliem et al. 2015, yaitu antara lain a untuk memberikan dukungan terhadap pengembangan pertanian modern dan pertanian bioindustri; b sebagai respons atas semakin meningkatnya kebutuhan dan diversifikasi produksi pertanian; c perlunya peningkatan efisiensi, nilai tambah, diversifikasi produk pertanian, dan daya saing komoditas pertanian; d sebagai upaya mengatasi semakin enggannya generasi muda dan langkanya tenaga kerja di bidang pertanian; dan e perlunya dukungan terhadap penanganan dampak perubahan iklim di bidang pertanian. Tabel 1. Realisasi distribusi bantuan Alsintan nasional per jenis Alsintan, 2010–2016 unit Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010 7 0 2011 652 11 410 176 2012 50 600 0 2013 0 153 2014 0 379 2015 2016 Sumber Ditjen PSP 2016 Tabel 2. Pertumbuhan jumlah bantuan Alsintan di Indonesia, 2010–2016 % Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010–2011 -83,85 57,14 -88,68 100,00 2011–2012 140,34 354,55 46,34 -100,00 2012–2013 155,01 -100,00 233,67 100,00 2013–2014 286,26 0,00 103,25 147,71 2014–2015 65,27 100,00 299,88 1238,79 2015–2016 927,44 101,00 69,51 Rataan 2010–2016 248,41 85,45 445,74 259,34 Rataan 2014–2016 496,35 100,50 654,15 Sumber Ditjen PSP 2016 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 170 Mekanisasi pertanian berperan dalam a menyediakan tambahan tenaga kerja mekanis, sebagai komplemen terhadap kekurangan tenaga kerja manusia; b meningkatkan produktivitas tenaga kerja; c mengurangi susut dan mempertahankan mutu hasil; d meningkatkan nilai tambah hasil dan limbah pertanian; e mendukung penyediaan sarana/input; f mengurangi kejerihan kerja dalam kegiatan produksi pertanian; dan g berperan mentransformasikan pertanian tradisi-onal ke pertanian modern yang lebih efisien dan efektif, sehingga terjadi perubahan kultur bisnis. Jumlah bantuan yang diberikan ke petani masih jauh di bawah kebutuhan ideal. Dari Tabel 3 berikut terlihat bahwa kebutuhan Alsintan di Indonesia berkali-kali lipat dibandingkan dengan yang sudah tersedia, terutama untuk alat yang lebih modern, yakni transplanter dan combine harvester. Kesenjangan alat yang tersedia tidak hanya terjadi pada usaha tani padi, namun juga pada jagung. Program pemerintah dalam pencapaian swasembada pangan khususnya padi, jagung dan kedelai membutuhkan upaya peningkatan produksi secara nasional, yang dapat dilakukan melalui peningkatan luas tanam peningkatan IP dan perluasan areal lahan dan penurunan susut hasil panen panen-pengolahan hasil. Seluruh upaya ini memerlukan dukungan alat dan mesin pertanian. Tentunya dalam program bantuan Alsintan ini memerlukan juga analisis kesesuaian dan kebutuhan sesuai input ketersediaan tenaga kerja pertanian, luas lahan, intensitas perta-naman IP, ketersediaan Alsintan existing, kesesuaian agroekosistem. Dengan ketersediaan dan kesesuaian input tersebut akan menghasilkan output yang dikehendaki, seperti target produksi pertanian, biaya produksi rendah, pendapatan meningkat, efisiensi kerja meningkat, dan susut hasil rendah. Semua analisis kebutuhan dan kesesuaian Alsintan perlu didukung juga oleh kebijakan pemerintah, pendidikan, dan teknologi yang diadopsi. Dalam perhitungan indikator analisis kebutuhan unit Alsintan memerlukan data standarisasi coverage area yang telah ditetapkan berdasarkan spesi-fikasi Alsintan yang telah melalui uji coba di lapangan. Coverage area untuk TR2, yaitu 25 ha per musim per unit, TR4 seluas 45 ha per musim per unit, pompa air 15 ha per musim per unit, dan rice transplanter 20 ha per musim per unit. Ketersediaan luas lahan untuk padi, jagung, dan kedelai yang disajikan dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa selama enam tahun terakhir perkembangan ketersediaan luas lahan meningkat rata-rata hampir 0,5% per tahun. Tabel 4. Perkembangan ketersediaan luas lahan padi dan palawija di Indonesia, 2010–2016 Tahun Luas lahan ha Pertumbuhan % 2010 - 2011 1,17 2012 0,39 2013 -0,19 2014 0,46 2015 0,46 2016 0,46 Rata-rata 0,46 Sumber Kementan 2016 Realisasi penggunaan Alsintan berdasarkan distribusi yang telah dilakukan mulai dari tahun 2010–2016 belum mencapai kondisi yang ideal. Tabel 5 memperlihatkan bahwa realisasi luas lahan garapan berdasarkan penggunaan adopsi per jenis Alsintan masih jauh lebih kecil dibandingkan ketersediaan luas lahan itu sendiri. Luas lahan garapan palawija yang menggunakan TR2 hanya rata-rata sekitar ha, sementara untuk penggunaan TR4 hanya sekitar 9 ha, begitu pun dengan lahan yang menggunakan transplanter hanya 72 ha. Luas lahan rata-rata yang paling banyak adalah yang menggunakan pompa air yaitu sebesar ha. Artinya, masih sangat besar lahan palawija Tabel 3. Kebutuhan Alsintan berdasarkan ketersediaan luas lahan dengan coverage area masing-masing Alsintan di Indonesia, 2010–2016 unit Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber Ditjen PSP 2016 KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah171yang belum digarap dengan Alsintan. Berdasarkan hasil perhitungan, luas lahan garapan yang sudah menggunakan teknologi Alsintan ini hanya sekitar 0,000002% hingga 0,00044% saja. Dengan kata lain, ada sebanyak 99,99% lahan palawija yang belum terjamah penggunaan Alsintan. Masih terdapat banyak kesenjangan dalam distribusi program bantuan Alsintan di seluruh lokasi pertanian di Indonesia. Tabel 5. Luas lahan garapan hektare berdasarkan penggunaan per jenis Alsintan, 2010–2016 Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter2010 161 0,16 241 0 2011 26 0,24 27 9 2012 63 1,11 40 0 2013 160 - 133 8 2014 617 - 271 19 2015 27,64 254 2016 62,71 430 Sumber Ditjen PSP 2016 Kesenjangan antara realisasi distribusi Alsintan Tabel 1 dengan kebutuhan Alsintan yang sebenarnya Tabel 3 berdasarkan data ketersediaan luas lahan palawija Tabel 4 ini rata-rata mencapai antara 180 ribu unit untuk TR4 hingga 487 ribu unit untuk pompa air, sedangkan untuk TR2 memiliki kekurangan rata-rata sebesar 280 ribu unit dan transplanter sebanyak 404 ribu unit untuk periode yang sama tahun 2010–2016. Namun demikian, dilihat dari pertumbuhan-nya, kekurangan Alsintan ini semakin menurun setiap tahunnya. Untuk TR2 dan pompa air penurunannya masing-masing sebesar 13,72% untuk TR2 dan 10,58% untuk pompa air Tabel 6, sedangkan kesenjangan kebutuhan TR4 dan transplanter justru mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan laju peningkatan masing-masing sebesar 0,2% untuk TR4 dan 0,11% untuk transplanter. Artinya, rata-rata petani lebih menyukai penggunaan TR2 untuk mengolah lahan dan pompa air untuk mendukung irigasi sawah, khususnya saat musim kemarau. Data ini juga didukung oleh pendistribusian TR2 dan pompa air yang semakin banyak dan semakin menurunnya kesenjangan antara realisasi distribusi Alsintan dengan kebutuhan Alsintan. Untuk sementara, indikasi awal memperlihatkan bahwa transplan-ter dan TR4 belum menjadi primadona bagi petani dalam membantu usaha tani palawijanya, khususnya padi, jagung, dan kedelai. Kesenjangan antara realisasi dengan kebutuhan Alsintan per jenis selama periode 2010–2016 menunjukkan bahwa Alsintan yang paling dibutuhkan adalah pompa air dengan jumlah kesenjangan rata-rata sekitar 541 ribu unit per tahun, sedangkan TR4 menunjukkan kesenjangan rata-rata sekitar 180 ribu unit. Dua Alsintan lainnya berada pada posisi sekitar 325 ribu unit untuk TR2 dan 406 ribu unit untuk transplanter per tahunnya. Dilihat dari kuantitasnya unit, hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan petani paling krusial dalam mendukung percepatan produksi padi, jagung, dan kedelai adalah pompa air karena program irigasi selama ini tidak pernah tuntas dalam mengatasi kebutuhan air. Hal ini juga dibuktikan dari tingkat kejenuhan perbandingan persentase antara realisasi atau ketersediaan Alsintan dengan kebutuhannya yang telah disesuaikan dengan ketersediaan luas lahan palawija Alsintan TR2 menunjukkan bahwa rata-rata sebesar 15,68% perhitungan Tabel 1 terhadap Tabel 3, artinya realisasi Alsintan TR2 hanya sekitar 15,68% dari kebutuhan yang seharusnya, sedangkan pompa air sekitar 11,5% per tahun. Pada periode yang sama, tingkat kejenuhan paling kecil yaitu TR4 dan transplanter dengan masing-masing sebesar 0,38% dan 0,58%. Dilihat dari tingkat kejenuhannya, TR2 dan pompa air lebih cepat berkembang pendistribusiannya dibanding TR4 dan transplanter. Tabel 6. Kesenjangan gap perkembangan Alsintan unit di Indonesia, 2010–2016 Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber Ditjen PSP 2016 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 172 Permasalahan Pengembangan Alsintan Dari pengalaman selama ini, terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan Alsintan di dalam negeri, yakni a sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian Alsintan masih lemah; b ketersediaan Alsintan masih kurang; c skala usaha penggunaan belum memadai; d dukungan perbengkelan masih lemah; e belum mantapnya kelembagaan Alsintan; f belum optimalnya pengelolaan Alsintan di sub sektor peternakan; dan g masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan Alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan. Faktor-faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia di antaranya adalah 1 permodalan, di mana umumnya petani mempunyai lahan yang sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu membeli Alsintan yang harganya relatif mahal; 2 kondisi lahan, di mana tofografi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehingga menyulitkan untuk pengoperasian mesin khusus-nya mesin prapanen; 3 tenaga kerja, di beberapa wilayah tenaga kerja cukup berlimpah sehingga mekanisasi dikhawatirkan menimbulkan pengangguran; serta 4 tenaga ahli, yakni kurangnya tenaga yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian Priyanto 2011. Mengingat hal tersebut, terutama poin nomor 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintroduksi alat dan mesin pertanian yang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi Alsintan adalah menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan tentang Alsintan, me-numbuhkembangkan industri dan penerapan Alsintan, mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan UPJA yang mandiri, mengembangkan lembaga pengujian Alsintan yang terakreditasi di daerah, dan mengem-bangkan Alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan mening-katkan partisipasi masyarakat dalam pengem-bangan Alsintan. Riset dari 120 sampel di Nepal mendapatkan empat variabel penting dalam modernisasi dan mekanisasi petanian, yaitu jumlah penggunaan pupuk area, jumlah areal yang menggunakan traktor tractor-ploughing, area yang dilayani irigasi pompa pump-set irrigation, dan ukuran penguasaan lahan landholding size Nepal dan Thapa 2009. Tingkat komersialisasi merupakan faktor penting dalam keberhasilan mekanisasi. Perkembangan Kelembagaan UPJA Usaha Penyewaan Jasa Alsintan UPJA didefinisikan sebagai kelompok yang mengusahakan atau kelompok tani yang memiliki atau mengelola usaha pelayanan jasa Alsintan Keputusan Dirjen TPH No. 1 tanggal 2 Desember 1998, serta tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 25/Permentan/ tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian. Dari kedua peraturan tersebut dapat dikatakan bahwa fungsi utama UPJA adalah melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk penyewaan jasa Alsintan, baik dalam melakukan kegiatan pra-panen seperti jasa pompa air irigasi, jasa penanaman, jasa pengolahan tanah maupun jasa panen, pascapanen seperti perontokan dan jasa pengolahan hasil seperti penggilingan padi. Pada hakikatnya, tujuan pengembangan UPJA adalah membangun sistem dan kelembagaan usaha pelayanan jasa Alsintan di sentra produksi tanaman pangan dan hortikultura yang berorientasi bisnis Siam 2001. Unit Pelayanan Jasa Alsintan UPJA merupakan rekayasa sosial yang dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan Alsintan oleh petani Ariningsih dan Tarigan 2005. Penggunaan teknologi, termasuk Alsintan merupakan salah satu faktor pertumbuhan ekonomi di samping akumulasi modal dan pertumbuhan populasi. Selain itu, UPJA merupakan terobosan untuk mengatasi masalah usaha tani pada kondisi dimana kepemilikan lahan pertanian relatif sempit sehingga kepemilikan Alsintan secara individu tidak menguntungkan Todaro 1993. Pengembangan ini merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya usaha agroindustri berbasis usaha tani tanaman pangan, khu-susnya padi sawah. Secara ekonomi, program UPJA ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani di perdesaan secara signifikan. Kementerian pertanian mendorong kepemilikan Alsintan dalam UPJA secara mandiri. Kehadiran UPJA dalam menyediakan jasa Alsintan dibutuhkan oleh masyarakat tani, karena dapat menutupi kekurangan ketersediaan tenaga kerja perta-nian, terutama untuk pengolahan tanah. Selain itu, penyediaan jasa Alsintan oleh UPJA akan meningkatkan pendapatan petani dalam usaha KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah173taninya karena meringankan beban petani untuk biaya produksi usaha taninya Yogatama et al. 2003. Hasil kajian Priyati dan Abdullah 2015 mendapatkan bahwa kinerja UPJA yang diteliti mulai mengalami penurunan dikarenakan bebe-rapa alat yang menunjang program tersebut sudah mulai rusak dan sudah tidak mampu diperbaiki lagi dikarenakan usia alat yang sudah tua. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengganti alat-alat tersebut membuat para pengelola berinisiatif membeli alat sendiri dari hasil usaha UPJA. Dampak lainnya, karena alat banyak rusak, para operator mesin banyak yang meninggalkan kelompok UPJA dan mencari pekerjaan lain. Untuk itu, pelaksanaan program UPJA bila tidak didasari dengan persiapan yang matang, baik dalam hal SDM pengelolanya, kesesuaian jenis, jumlah maupun kualitas Alsintan yang dibutuhkan; dapat mengurangi kualitas maupun kuantitas hasil yang diperoleh serta menyebabkan program tidak berjalan lancar. Dengan demikian, Alsintan UPJA yang masih belum optimal penggunaannya perlu dioptimalkan dengan cara kerja sama dengan kelompok tani lain di luar UPJA. Alsintan yang tidak digunakan dapat dipindahkan ke UPJA lain yang membutuhkan atau dibentuk UPJA baru. MENINGKATKAN EFEKTIVITAS DAN OPTIMALISASI PENGGUNAAN ALSINTAN Posisi strategis mekanisasi pertanian memiliki makna yang sangat kompleks bagi Indonesia karena mengandung banyak manfaat mulai dari peningkatan produksi, mengurangi losses dalam proses panen, menekan biaya usaha tani, serta memperluas dan meningkatkan intensitas tanam BBP Mektan 2016. Banyak negara telah mengembangkan mekanisasi pertanian, namun keberhasilannya bervariasi. Menarik untuk mencermati faktor-faktor apa yang mendukung keberhasilannya. Hasil riset Handaka 2012 mendapatkan bahwa sumbangan penggunaan Alsintan dalam pembangunan pertanian dapat diukur pada berbagai kasus, misalnya penggunaan pompa air tanah di Jawa Timur yang mampu merubah pola tanam dari padi-bero menjadi padi-padi atau padi-palawija-palawija. Demikian pula penggunaan mesin perontok padi yang menurunkan susut panen dari >5% menjadi kurang dari 2%. Penelitian juga menunjukkan bahwa perbaikan dan penyempurnaan mesin penggilingan padi mampu menaikkan rendemen giling. Kontribusi mekanisasi pertanian untuk tanaman pangan ditandai dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja pada pengolahan lahan, karena indeks pertanaman yang meningkat. Di samping itu, keserempakan tanam dalam satu kawasan yang luas menyebabkan volume pekerjaan meningkat, waktu pengolahan lahan menjadi singkat, sehingga permintaan tenaga kerja juga meningkat. Penelitian lain menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata usaha tani padi meningkat setelah penggunaan Alsintan Hermanto et al. 2016. Peningkatan pendapatan merupakan akumulasi dari meningkatnya produktivitas padi, berkurangnya losses, pengeluaran biaya nontenaga kerja menjadi lebih kecil, dan penggunaan tenaga kerja luar keluarga juga berkurang. Penelitian Saliem et al. 2015 mendapatkan hal serupa. Penggunaan Alsintan dalam suatu hamparan yang cukup luas memberikan beberapa manfaat berupa penghematan waktu, pengurangan penggunaan tenaga kerja, pengu-rangan biaya, peningkatan produktivitas dan pengurangan kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan Alsintan menghemat waktu cukup banyak sehingga bisa dilaksanakan tanam serempak. Tenaga kerja pertanian buruh tani yang terbilang langka seperti di Kabupaten Soppeng Sulse dapat diatasi dengan masuknya Alsintan. Dibanding dengan pertanian konvensional yang biasa dipraktikkan petani, penggunaan Alsintan mampu meningkatkan produksi dari 6,7 menjadi 8,05 ton/ha. Kehilangan hasil pada saat panen yang berkisar antara 10-12%, dengan penggunaan combine harvester bisa ditekan hingga 3%. Manfaat lain dari pertanian modern adalah berkurangnya biaya usaha tani dan bertambahnya pendapatan petani. Di lokasi kajian terjadi penurunan biaya usaha tani rata-rata 20–25% dan peningkatan keuntungan sekitar 50%. Dari sisi usaha penyewaan Alsintan, UPJA mendapat keuntungan usaha yang cukup baik dengan kisaran RC rasio 1,4 hingga 2,3, di mana keuntungan tertinggi diperoleh dari penyewaan combine harvester. Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan turunnya biaya karena menggunakan mesin. Penelitian dari 255 unit usaha peternakan ayam livestock farms mendapatkan bahwa peter-nakan dengan biaya kotor lebih tinggi membu-tuhkan biaya mekanisasi yang juga lebih besar. Namun, pada peternakan penggemukan sapi, biaya mekanisasi yang lebih besar tidak dikompensansi oleh margin biaya kotor gross margin yang lebih tinggi Miserque 2015. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 174 Satu negara yang telah cukup berhasil dalam mekanisasi pertanian adalah Korea Selatan. Negara ini telah mengembangkan mekanisasi selama 45 tahun, di mana untuk usaha tani padi perkembangannya telah cukup lengkap, namun untuk hortikultura dan peternakan sedang dikembangkan Kim 2009. Penggunaan Alsintan hanya salah satu komponen dalam sistem usaha tani. Pengalaman dari negara ini mendapatkan bahwa mekanisasi hanya berkembang jika usaha pertanian tersebut memberi keuntungan economically viable dan mesin juga harus mampu mereduksi biaya tenaga kerja. Skala usaha tani yang kecil semestinya tidak menjadi hambatan sebagaimana di China. China juga menghadapi masalah penguasaan lahan, fragmentasi, dan semakin tingginya upah buruh tani terutama untuk kegiatan panen Zhang 2017. Pertanian skala kecil tetap dapat mempertahankan daya kompetitifnya. “By sourcing labor and power-intensive steps of production to others, smallholder farmers can maintain their competiveness despite their small and fragmented land size. However, as the current old-generation farmers with low opportunity cost of labor die out in the near future, land consolidation will become inevitable” Zhang 2017. Masalah di Turki juga sama, yakni skala usaha kecil dan lahan terfragmentasi Akedmir 2013. Satu hal yang harus dipertimbangkan pula adalah membangun pabrik dan industri mesin pertanian secara mandiri, sehingga tidak ber-gantung pada impor mesin dari luar. Sebagai contoh, mekanisasi pertanian di Korea Selatan berhasil karena didukung oleh pengembangan industri dalam negerinya Kim 2009. Indonesia juga sudah harus memikirkan bagaimana mengembangkan industri yang memproduksi Alsintan, karena kebutuhan ke depan masih sangat besar. Perkembangan Alsintan di Indo-nesia sesungguhnya baru berada pada tahap permulaan. Hasil analisis dari berbagai negara ber-kembang menyimpulkan bahwa pengembangan mekanisasi secara bertahap akan mengikuti langkah-langkah berikut IRRI 1986. Tahap pertama, substitusi tenaga power substitution. Penggunaan mesin pada level ini hanya sekedar mengganti tenaga manusia dan hewan dengan mesin. Dengan kata lain, yang berubah adalah level power change the farming systems. Penggunaan mesin akan meningkatkan luasan lahan yang terolah, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan produksi nasional secara total. Penggarapan lahan dapat dilakukan bahkan sebelum hujan turun, waktu olah turnaround time akan lebih pendek, sehingga meningkatkan produktivitas lahan. Pertanian Indonesia dalam tiga tahun terakhir baru berada pada tahap ini. Tahap kedua, mekanisasi untuk menggan-tikan fungsi tugas kontrol human control functions. Mesin membantu petani dalam mengontrol usaha tani, meskipun menjadi lebih kompleks dan membutuhkan biaya besar. Tahap ketiga, adaptasi pola usaha tani cropping system. Salah satu model yang akan terbentuk karena penggunaan mesin secara intensif nantinya adalah pertanian monokultur. Pertanian mixed crops akan kesulitan dalam menerapkan Alsintan. Tahap keempat, adaptasi sistem usaha tani dengan lingkungan karena menggunakan mesin dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan keuntungan dari skala usaha tani. Bagai-mana penggunaan mesin menjadi pertimbangan dalam investasi dan konsolidasi lahan, namun juga membutuhkan dukungan yang optimal. Penggunaan fully mechanized pada padi sawah, misalnya, mengharuskan prasarana irigasi yang optimal. Pilihan mesin yang sesuai menjadi faktor penting, sebagaimana pengalaman di Turki Akedmir 2013. Tahap kelima, adaptasi tanaman untuk pemenuhan mekanisasi. Pihak pemulia tanam-an misalnya, akan menciptakan bibit dengan karakteristik yang sesuai untuk satu alat dan mengefisienkan biaya penggunaan alat tersebut. Tahap keenam, sistem produksi pertanian yang otomatis automation of agricultural production. Pada tahap ini hampir seluruh pekerjaan pertanian telah digantikan mesin, termasuk komputerisasi yang akan memandu kegiatan keseluruhan utamanya dalam penetapan jadwal kegiatan dan dosis. Perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia tentu saja masih pada tahap awal. Ke depan, masih banyak kendala yang harus dihadapi. Verma 2005 menyarankan bahwa produksi pertanian terutama padi, pada masa datang akan menghadapi beberapa masalah seperti keterbatasan lahan subur, air, dan tenaga kerja, namun dituntut untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan hidup. Konsekuensinya adalah perlunya pemikiran yang lebih rasional untuk mendorong perluasan areal baru, dalam mengantisipasi berkurangnya lahan subur dengan mencari sumber lahan baru yang potensial untuk dikembangkan. Mekanisasi merupakan alternatif jawaban untuk masalah keterbatasan tenaga kerja, karena meningkatnya pembangunan industri dan turunnya minat KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah175bekerja di sektor pertanian. Teknologi ramah lingkungan harus terus menerus dikembangkan dalam usaha membangun dan mengembangkan good farming practice. Pengalaman menunjukkan bahwa pendekat-an pengembangan mekanisasi pertanian dari sisi teknologi akan bias kepada teknologi yang lebih maju dari yang eksis, dengan efisiensi tinggi, dan teknik operasi yang kurang pas dengan kondisi sistem usaha tani yang ada. Seringkali dikatakan bahwa teknologi mekani-sasi yang dikembangkan tidak layak secara ekonomis maupun sosial, meskipun secara teknis dikatakan layak. Namun demikian, pende-katan sosial ekonomi dan budaya juga menda-patkan kritikan akan menjadikan Indonesia terlambat mengejar pertumbuhan dan persa-ingan dengan negara negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Filipina, dan bahkan Vietnam BBP Mektan 2016. PENUTUP Mekanisasi pertanian telah cukup lama dijalankan di Indonesia, dan semakin ditingkat-kan semenjak beberapa tahun terakhir. Upaya ini berada dalam konteks menciptakan “pertanian modern”, di mana penggunaan mesin dapat meningkatkan luas dan intensitas tanam, mempercepat pekerjaan, menekan biaya, me-ngurangi losses, dan meningkatkan produksi. Meskipun telah dikembangkan semenjak era tahun 1960-an, namun sampai saat ini Alsintan yang berkembang dan telah memasyarakat masih terbatas pada traktor pengolah tanah dan mesin perontok tresher. Alat terbaru yang diintroduksikan oleh pemerintah adalah alat tanam padi rice transplanter dan alat panen kombinasi rice combine harvester. Namun demikian, sebagaimana diuraikan di atas, efektivitas program dan penggunaan Alsintan di lapangan belum optimal. Salah satu penyebabnya karena distribusi alat yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan belum siapnya kelembagaan petani penerima. Dari berbagai hasil studi, pengembangan Alsintan ke depan membutuhkan peningkatan efektivitas dan optimalisasi, serta penguatan kelembagaan pengelolanya. Peran swasta juga harus diberi ruang yang lebih besar, sembari mengem-bangkan industri produsen Alsintan dalam negeri sehingga lebih mandiri. Kelembagaan pengelola Alsintan di level petani adalah kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan UPJA yang berada di bawah Gabungan Kelompok Tani Gapoktan. Kemam-puan SDM dan manajemen dalam UPJA mendesak untuk ditingkatkan sehingga optima-lisasi penggunaan Alsintan lebih baik. Pening-katan kapasitas dan kinerja UPJA membutuhkan pendampingan dari dinas teknis dan penyuluhan pertanian, berupa pelatihan teknis dan mana-jemen, pendampingan, serta dukungan infra-stuktur perbengkelan dan ketersediaan spare parts. Optimalisasi operasional Alsintan mem-butuhkan jejaring kerja yang lebih luas sehingga komunikasi dan kerja sama antar-UPJA dari wilayah yang berbeda perlu dijalin. Hasil review terhadap kinerja pemanfaatan Alsintan terhadap kinerja pemanfaatan meka-nisasi pertanian dan implikasinya dalam upaya percepatan produksi pangan di Indonesia mem-berikan pemikiran bahwa kinerja petani dalam adopsi teknologi belum cukup efektif. Walaupun demikian, pemanfaatan Alsintan dapat membe-rikan keuntungan secara ekonomi atau finansial. Di samping itu, Alsintan terlihat masih belum matang dalam pendistribusiannya, penggu-naannya di petani belum merata, dan belum memperhitungkan kesesuaian berdasarkan kon-disi sosial budaya masyarakat sekitar. Beberapa lokasi sangat kekurangan Alsintan, sementara di lokasi lainnya Alsintan justru mengalami kemubaziran karena tidak sesuai dengan kondisi lahan maupun sosial budayanya. Untuk itu, program bantuan teknologi semacam ini perlu memperhitungkan dan mempertimbangkan tidak hanya aspek ekonomi, namun juga aspek sosial budaya dari masyarakat setempat. UCAPATAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Dewan Redaksi dan Redaksi Pelaksana Forum Peneli-tian Agro Ekonomi yang telah memberikan saran perbaikan serta melayani penyempurnaannya. Secara khusus ucapan terima kasih dihaturkan kepada Dr. Hermanto, Dr. Henny Mayro-wani, dan Dr. Agung Prabowo atas dukungan moril serta masukan kepada penulis dalam menyelesaikan naskah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyediakan data, informasi, serta pengetahuan dan temuan-temuan studi untuk penyempurnaan penulisan naskah ini. DAFTAR PUSTAKA Akdemir B. 2013. Agricultural mechanization in Turkey. 2013. IERI Procedia. 541-44. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 176 Alihamsyah T. 2007. Teknologi mekanisasi pertanian mendukung sistem pertanian tanaman pangan industrial. Makalah pada Simposium Tanaman Pangan V di Bogor; 2007 Agu 28-29 Agustus; Bogor, Indonesia. Alfan Z. 1999. Mekanisasi, pemecahan masalah efisiensi kerja petani [Internet]. [diuduh 2006 Mei 2]. Tersedia dari 012000/20/opini/ Ananto EE, T Alihamsyah. 2012. Pengembangan mekanisasi pertanian keberhasilan dan permasalahan. Dalam Kemandirian pangan Indonesia dalamperspektif MP3EI. Jakarta ID IAARD Press. hlm. 212-238. Anon 2000. Kebijakan pengembangan industri Alsintan. Makalah pada Seminar Sehari Alat dan Mesin Pertanian Alsintan Produksi Dalam Negeri. Jakarta ID Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka. Ariningsih E, Tarigan H. 2005. Keragaan usaha pelayanan jasa Alsintan UPJA di Jawa Barat studi kasus di Kabupaten Indramayu. ICASEPS Working Paper No. 79. Bogor ID Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. [BBP Mektan]. 2006. Telaah Strategis Mekanisasi Pertanian dalam Pembangunan Pertanian Berwawasan Agribisnis. Laporan Akhir. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. [BBP Mektan]. 2016. Laporan akhir telaah strategis mekanisasi pertanian dalam pembangunan pertanian berwawasan agribisnis. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Diao X, Cossar F, Houssou N, Kolavalli S. 2014. Mechanization in Ghana emerging demand and the search for alternative supply models. Food Policy. 48168-181 [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2014. Agricultural innovation common understanding the upcoming SOFA 2014 [Internet] Rome IT Food and Agriculture Organization of the United Nations; [cited 2016 May 2]. Available from Investment_Days_2012_1st_day/Session_I/ Handaka. 2004. Inovasi mekanisasi pertanian berkelanjutan suatu alternatif pemikiran. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Handaka. 2012. Kontribusi mekanisasi pertanian dan teknologi pasca panen pada sistem dan usaha agribisnis. Makalah pada Expose dan Seminar Mekanisasi Pertanian dan Teknologi Pasca Panen; 2002 Jul 30-31. Malang, Indonesia. Handaka, Joyowinoto. 2002. Proses inovasi teknologi mekanisasi pertanian di Indonesia. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Handaka, Prabowo A. 2014. Kebijakan antisipatif pengembangan mekanisasi pertanian. Anal Kebijak Pertan. 11127-44. Hardjosentono M, Wijarto, Elon R, Badra IW, Dadang TR. 1996. Mesin-mesin pertanian. Jakarta ID Dunia Aksara. Hermanto, Mayrowani H, Prabowo A, Aldillah R, Soeprapto D. 2016. Evaluasi rancangan, implementasi dan dampak bantuan mekanisasi terhadap percepatan peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai. Laporan Akhir Penelitian. Bogor ID Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. [IRRI] International Rice Research Institute. 1986. Small farm equipment for developing countries. Proceedings of the International Conference on Small Farm Equipment for Developing Countries Past Experiences and Future Priorities; 1986 Sep 2-6; Los Baños, Filipina. Los Baños PH International Rice Research Institute. Irwanto KA. 1980. Alat dan mesin budidaya pertanian Bandung ID Institut Teknologi Bandung, Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Joyowinoto. 2004. Pengembangan mekanisasi pertanian kinerja dan tinjauan kelembagaan. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2016. Statistik Pertanian 2016. Jakarta ID Kementerian Pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kim KU. 2009. Farm mechanization policies in Korea. Eng Agric Environ Food. 24132-143. Lakitan B. 2013. Connecting all the dots identifying the “actor level” challenges in establishing effective innovation system in Indonesia. Technol Soc. 3541-54. Lisyanto. 2002. Pengembangan teknologi berbasis pertanian suatu modal kemandirian dalam menghadapi era global. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Bogor ID Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Manwan I, Ananto EE. 1994. Strategi penelitian dan pengembangan mekanisasi pertanian tanaman pangan Dalam Ananto EE, editor. Prospek mekanisasi pertanian tanaman pangan. Bogor ID Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm. 1- 9. Mangunwidjaja D, Sailah I. 2005. Pengantar teknologi pertanian. Jakarta ID Penebar Swadaya. Miserque O. 2015. Mechanization costs in Walloon livestock farms. Farm Machinery and Processes Management in Sustainable Agriculture, 7th International Scientific Symposium. Agriculture and Agricultural Science Procedia 7 2015 170 – 176. Mugniesyah, Machfud SS. 2006. Peranan penyuluhan pertanian dalam pembangunan pertanian. Bogor ID IPB Press. KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah177[OECD] The Organisation for Economic Co-operation and Development. 2015. Frascati manual proposed standard practice for surveys on research and experimental development [Internet]. 6th ed. Paris FR The Organisation for Economic Co-operation and Development; [cited 2016 Jun 13]. Available from frascatimanual Nepal R, Thapa GB. 2009. Determinants of agricultural commercialization and mechanization in the hinterland of a city in Nepal. Appl Geography. 29377-389. Olmstead AL, Rhode PW. c2014. Agricultural mechanization. In van Alken NK, editor in chief. Encyclopedia of Agriculture and Food Systems. London UK Elsevier Inc. p. 168-178 Patrick OA, Abubakar AG, Adama AI, Lawal AO, Musa AA. 2016. Agricultural mechanization and south-south knowledge exchange What can Ghanaian and Nigerian policymakers learn from Bangladesh’s experience? GSSP Policy Note and NSSP Policy Note 6 and 36. Washington, DC US International Food Policy Research Institute. Pramudya B. 1996. Strategi pengembangan alat dan mesin pertanian untuk usaha tani tanaman pangan. Agrimedia. 225-12. Pretty J. 1995. Regenerating agriculture policies and practice for sustainability and self reliance. London UK London Press. Priyanto A. 2011. Penerapan mekanisasi pertanian. Bul Keteknikan Pertan. 11154-58. Priyati A, Abdullah SH. 2015. Studi keberadaan usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian UPJA Kaliaji di Desa Monggas Kecamatan Kopang Lombok Tengah. J Ilm Rekayasa Pertan Biosist. 31153-158. PSP-IPB dan Departemen Pertanian. 2003. Evaluasi Dampak Deregulasi Agroinput. Laporan Akhir Kegiatan. Bogor ID PSP-IPB bekerja sama dengan Departemen Pertanian. Rizaldi T. 2006. Mesin peralatan. Medan ID Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian. Robbins JH. 2005. CRC handbook of engineering in agriculture. Boka Raton. US CRC Press. Roggers EM. 1995. Diffusion of Innovations. New York US The Free Press. Saliem HP, Kariyasa K, Mayrowani H, Agustian A, Friyatno S, Sunarsih. 2015. Prospek pengem-bangan pertanian modern melalui penggunaan teknologi mekanisasi pertanian pada lahan padi sawah. Laporan Analisis Kebijakan. Bogor ID Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Salokhe VM, N. Ramalingam. 1998. Agricultural mechanization in South and South-East Asia. Paper at the Plenary Session of the International Conference of the Philippines. Los Banos PH Society of Agricultural Engineers. Siahaan S. 2001. Penelitian tentang Diklat jarak jauh penyuluhan pertanian dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas hidup petani di Kabupaten Ogan Komering Ilir OKI, Sumatera Selatan. Bogor ID IPB Press. Siam S. 2001. Membangun sistem dan kelembagaan usaha pelayanan jasa Alsintan UPJA mendukung program ketahanan pangan. Dalam Pembangunan Pertanian. Bogor ID Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Subagiyo. 2016. Analisis kelayakan finansial penggunaan Alsintan dalam usaha tani padi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Agros. 18133-48. Suhendrata T, Kushartini E, Prasetyo A, Ngadimin. 2011. Alsintan di Kabupaten Sukoharjo dan Sragen. Laporan Akhir Kegiatan. Ungaran ID BPTP Jawa Tengah. Suhendrata T, Kushartini E, Sudaryanto T, Jauhari S, Budiman, Ngadimin. 2012. Pengkajian intensifikasi padi pada lahan sawah tadah hujan melalui perbaikan teknologi budidaya. Laporan Akhir Kegiatan. Ungaran ID BPTP Jawa Tengah. Sukirno MS. 1999. Mekanisasi pertanian pokok bahasan alat mesin pertanian dan pengelolaannya. Diktat Kuliah UGM. Yogyakarta ID Universitas Gadjah Mada. Todaro MP. 1993. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. Aminuddin, Mursaid, penerjemah. Jakarta ID Ghalia Indonesia. Umar S. 2008. Pengembangan alat tanam biji-bijian pada beberapa kondisi lahan untuk peningkatan efisiensi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008; 2008 Nov 18-19; Yogyakarta Indonesia. Yogyakarta ID Universitas Gadjah Mada, Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian. hlm. 1-12. Verma SR. 2005. Impact of agricultural mechanization on production, productivity, cropping intensity income generation and employment of labour [Internet]. Pensylvania US Pensylvania State University, Departemen of Engineering; [cited 2016 Aug 23]. Available from viewdoc/download? doi 1&type=pdf Wijanto. 2002. Mesin dan peralatan usaha tani. Yogyakarta ID Gadjah Mada University Press. Yogatama MR, Ciptohadijoyo S, Masithoh RE. 2003. Kajian kinerja usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian UPJA kontribusi dalam strategi pengembangan alat dan mesin pertanian Studi Kasus UPJA di DIJ. Agritech. 214149-156. Zhang X, Yang J, Thomas R. 2017. Mechanization outsourcing clusters and division of labor in Chinese agriculture. China Econ Rev. 43184-195. ... Kabupaten Klaten memiliki nilai produktivitas padi di atas Jawa Tengah dan Nasional menjadikan pemerintah memberikan bantuan alsintan. Bantuan alsintan diharapkan mampu membantu dalam peningkatan produktivitas padi karena peningkatan produktivitas dapat dicapai salah satunya melalui mekanisasi pertanian berupa alat dan mesin pertanian alsintan Aldillah, 2016. Salah satu jenis alsintan yang diberikan yaitu transplanter. ...... Mekanisasi pertanian berdasarkan konsepnya merupakan proses pengenalan dan penggunaan bantuan mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan dan sumber energi lainnya Robbins dalam Aldillah, 2016. Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi Mangunwidjaja dan Sailah dalam Aldillah, 2016. ...... Bantuan tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan dan sumber energi lainnya Robbins dalam Aldillah, 2016. Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi Mangunwidjaja dan Sailah dalam Aldillah, 2016. ...Nafiah Nur BaitiSuminahJoko WinarnoKabupaten Klaten memiliki nilai produktivitas padi tertinggi menjadikan pemerintah memberikan bantuan alsintan salah satunya yaitu transplanter alat tanam otomatis. Transplanter mampu meningkatkan produktivitas karena jarak dan kedalaman tanam yang dihasilkan lebih seragam sehingga pertumbuhan tanaman lebih optimal. Kecamatan Trucuk mendapatkan bantuan transplanter terbanyak namun tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas padi karena rendahnya adopsi teknologi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tingkat adopsi pada tiap tahap pengenalan, persuasi dan keputusan konfirmasi dan hubungan antara ketiga tahap dengan tahap konfirmasi dalam proses keputusan inovasi transplanter padi bagi petani di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif analisis deskriptif non parametrik korelasi rank spearman dengan pengumpulan data melalui survei. Penentuan lokasi penelitian dan populasi dilakukan secara purposive. Populasi yang diambil adalah petani kelompok tani di Desa Kalikebo, Mandong dan Wanglu. Teknik sampling berupa proportional random sampling dengan sampel sebanyak 40 orang. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi pada tahap pengenalan X1, persuasi X2 dan keputusan X3 sangat tinggi. X1 dipengaruhi tahu adanya inovasi 46%, pengetahuan teknis 20% dan pengetahuan prinsip 34%. X2 dipengaruhi oleh keuntungan inovasi 26%, kompatibilitas 23%, kemudahan 41% dan komunikasi 10%. X3 dipengaruhi oleh keterlibatan petani dalam melihat dan atau mencoba inovasi transplanter padi. Tingkat adopsi inovasi pada tahap konfirmasi X4 sangat tinggi dan tahap pengenalan, persuasi dan keputusan berhubungan signifikan dengan tahap konfirmasi dalam proses keputusan inovasi transplanter padi bagi petani di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Pemerintah diharapkan memberikan bantuan yang kompatibel terhadap petani dan penyuluh diharapkan meningkatkan intensitas penyuluhan.... Being good at work and become an expert is not suitable anymore in technology and globalization era. Innovation has an important role Setiawati 2015;Tapscott 2015 because technology offers the proper solution to reduce cost, make time effective and produce more benefit Aldillah 2016. ...... Incompetence leaders may decrease the company's profitability and performance. Leaders must sensitive and adapt the global developments then optimize the operational by utilizing the relevant technology and innovation Setiawati 2015;Tapscott 2015;Aldillah 2016;Istiqomah 2010. Technology application is the most important thing in the current plantation industry. ...Sudardi Waribi Elkana TimotiusThe complexity of the business environment today becomes a factor behind the evolution followed by traditional leadership due to no longer effective and should be changed. Planters who are the spearhead of the palm oil plantation have not been able to provide the maximum role in a plantation and losing their effectiveness. This qualitative research aims to develop the framework of plantation leadership in the global era and technological development. Thirty-three informants in the palm oil plantation industry in Indonesia were observed and interviewed then verified to a detailed and in-depth exploration of documents. The framework is defined by adjusting the leadership evolution process. It encourages the leadership capability in task orientation with a people-oriented approach and improves the competencies, which consist of managerial competencies, functional competencies, and leadership competencies. It is necessary to formulate and detail action plans to fill stakeholder expectation gaps on planter's leadership, a thorough evaluation of field training curriculum or assistant trainee programs and immediately formulate and agree on planter competency standards that will become a reference for the palm oil plantation industry.... Petani diharapkan mampu menambah jenis komoditi yang diusahakan agar petani tidak tergantung hanya pada satu jenis hasil pertanian. Selain itu, dikembangkan juga program mekanisasi pertanian yaitu dengan penggunaan mesin-mesin pertanian modern sehingga efesiensi kerja meningkat Aldillah, 2016. Kesemua program tersebut harus dibarengi juga oleh program rehabilitas pertanian. ...... Empowerment through efforts to increase farmers' income will be achieved through increased production and farm productivity. One of the efforts to increase farm production and productivity is to refer to the integration of local technology and resources that can produce a synergistic effect and high efficiency, as a vehicle for plant management and site-specific resources [3]. The principle used is to prioritize solving local problems farmers and their land and integrating plant and environmental management [4]. ...S JumiyatiI IrmawatiThe Covid-19 pandemic had an impact on the agricultural sector in Central Sulawesi, which had previously been a victim of the earthquake, tsunami, and liquefaction that occurred on September 28, 2018. Facing this condition, the program to empower local shallot farmers in Palu, Sigi Regency, Central Sulawesi Province through the Jama'ah Tani Muhammadiyah JATAM group is very strategic. The income of local shallot farmers in Palu before and after the empowerment program and farm management studies during the Covid-19 pandemic was carried out using in-depth observation and interview techniques. In addition, Income Analysis was conducted to calculate the difference in farmers' income before and after empowerment. The results showed an increase in farmers' income after joining the JATAM group from an initial income of IDR. - to IDR. 15,041,000,-. Furthermore, farming management, which includes aspects of land management, nurseries, planting, fertilizing, maintenance, harvesting and post-harvest to marketing and processing harvests into processed food products, namely Palu fried onions, has been carried out based on agribusiness management. Agribusiness management includes the functions of planning, organizing, implementing to monitoring. Empowerment activities consist of synergistic and comprehensive counseling, training and assistance aspects of production, marketing to agribusiness-based processing and mitigation of the COVID-19 pandemic.... increasing the effectiveness, productivity, quantity and quality of agricultural products; 4 maintaining quality in fresh handling, increasing added value to production results with correct and precise processing, without affecting taste and aroma; 5 improve land and labor efficiency; 6 save energy and resources seeds, fertilizers, and water; 7 minimizing the factors that cause failure in production; 8 increase the area under cultivation and save time; and 9 maintaining environmental sustainability and sustainable agricultural production, according to Hardjosentono et al. Aldillah, 2016. ...Jefri AdriansyahYohanna M. Lidya GultomThis study examines how changes in the status of agricultural land property rights affects the productivity of rice farming, taking the case in Indonesia. By employing the two-period difference-in-differences DiD approach, we examine the productivity of 686 rice farming households that were covered in the IFLS longitudinal data panel survey in 2007 and 2014. IFLS itself is a survey with a sample that is considered to represent about 83 percent of the Indonesian population which was held in 13 provinces of the 34 existing provinces. The advantage of this research is the use of longitudinal data with observations on the same household and is a panel related to rice farming households. We find that changes in land property rights status from incomplete to complete property rights, has no effect on the productivity of rice farming, suggesting that to improve rice productivity, the government can not relying solely on land registration program. In Indonesia, land registration program solely implemented on land that is dispute free, therefore, there is no significant impact on creating maximization behaviour in input of production that can increase productivity. Keywords asset legality, difference-in-differences analysis, land status, maximization behavior transferability... Furthermore, agricultural mechanization has good prospects if it is preceded by a mapping of needs, available resources, and an adequate institutional environment. Therefore, it is possible to reduce agricultural costs and increase efficiency [61]. Therefore, technological innovation using agricultural machinery is crucial for advancing Indonesian agriculture [62]. ...Sutardi Yayan ApriyanaPopi RejekiningrumAndi Yulyani FadwiwatiThe growth of the Indonesian population has led to an increase in the demand for rice, which the country has yet to satisfy. Indonesia needs a comprehensive strategy that integrates meaningful efforts to increase its agricultural production. This study aims to review the examined trends in rice yield in Indonesia for 70 years after Indonesia’s independence 1945–2016 followed by the identification of the application technology and factors that contribute to increasing rice yields to forecast sustainable food security scenarios up to 2030. This article reviews the results of research on rice production technology in Indonesia from 1945 to 2016, and the outlook for 2030. This paper examines the main points of the Indonesian transformation of rice technology improvement of rice varieties, integrated crop management, innovations in agricultural machinery, and the Integrated Cropping Calendar Information System ICCIS. We found that transformation has helped Indonesia increased its rice yields from 3 t ha−1 prior to 1961 to t ha−1 in 1985, stagnated in 1990, and increased again in 2017 to 5,46 t ha−1. The increase in yield was sustained by an increase in the harvested area owing to cropping index CI innovation. Food security and sustainable development remain the primary goals of Indonesia’s agricultural sector. The application of appropriate technologies and institutional innovations can assist Indonesia in achieving its food security. Therefore, the transformation of technological innovations will continue to be an essential driver of future agricultural growth, including greater use of crop varieties, machinery, and land/institutional Sulistyo WibowoHermin Indah WahyuniRatih Ineke WatiLatar belakang penelitian adalah terdapat pengadaan alat dan mesin pertanian alsintan oleh pemerintah, tetapi pemanfaatannya tidak efektif. Pemerintah juga menggelar sosialisasi UPJA, tetapi belum tumbuh di setiap kelompok tani poktan. Masalah penelitian adalah tentang sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi. Metode yang digunakan adalah deskriptif secara kualitatif. Lokasi penelitian di Poktan Sedyo Luhur yang berlokasi di Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Poktan Sedyo Luhur memiliki sintalitas dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi yang ditunjukkan melalui sifat sintalitas, sifat struktur, dan sifat populasinya. Sifat sintalitas ditunjukkan oleh Poktan Sedyo Luhur yang memiliki pengaruh baik bagi individu anggota maupun anggota bagian dari poktan dan poktan menjalin kerja sama dengan berbagai mitra dalam pengoptimalan pemanfaatan mesin tanam bibit padinya, tetapi jalinannya kurang baik dengan dinas pertanian. Sifat struktur poktan ditunjukkan oleh keberadaan seksi alsintan yang mengelola alsintan bertaraf UPJA dengan 75 persen anggota berperan dalam memanfaatkan alsintan tersebut. Poktan Sedyo Luhur juga mengelola mesin tanam bibit padinya yang disertai dengan batasan norma-norma. Sifat populasi poktan ditunjukkan oleh mayoritas anggota memiliki umur di atas 40 tahun dengan pekerjaan lain di luar pertanian. Poktan Sedyo Luhur harus meningkatkan hubungannya dengan dinas pertanian dan juga meregenerasi anggotanya. Mujahidah Husna AzizahUpaya petani milenial untuk meningkatkan produktivitas pertanian dilakukan dengan memberikan solusi kepada petani seperti mengarahkan mengganti teknologi pertanian tradisional menjadi lebih WahyuniNurlaili Fitri GultomDewi MeidalimaChuzaimah ChuzaimahThis study aims Calculate the work out time, the income of female farm labourer on swamp rice fields, and to analyze the impact of agricultural mechanization to the work out time and income of female farm labourer on swamp rice field. The research method was used survey method and sampling method was a simple random sampling. The data were processed by tabulation and analyzed quantitatively by a paired sample t-test. The result showed that the work out time of female farm labourer before agricultural mechanization was HOK per year and after agricultural mechanization decreased to HOK per year. Meanwhile, the average income of female farm labourer before agricultural mechanization was Rp. per year and the average income after agricultural mechanization is Rp. per year. This showed that there was a decrease in the income of female farm labourer in rice fields in Sungai Dua Village after the mechanization of agriculture, which amounted to Rp. per year. The results of the t test showed that there were differences in work out time and income of female farm labourer on rice field activities before and after agricultural Sudarja Gatot SupangkatAlmudi KhurniawanKelompok Tani “Sri Mulyo” beralamat di Bakungan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, berjarak sekitar 20 km dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta UMY arah timur laut, dan jumlah anggotanya 77 orang. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pemahaman dan ketrampilan petani dalam mengatasi penyakit dan gulma tanaman masih kurang, alat semprot yang digunakan masih manual sehingga sangat melelahkan, sebagian petani masih merasa berat untuk membeli plastic mulsa, penanaman biji palawija masih dilakukan secara manual. Tujuan dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat PkM ini adalah terjadinya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan para anggota kelompok tani tentang budi daya pertanian secara umum dan khususnya dalam mengelola dan mengatasi penyakit dan gulma tanaman. Di samping itu juga untuk mendorong diterapkannya mekanisasi pertanian, sehingga meringankan beban pekerjaan petani. Dampak dari kegiatan PkM ini adalah meningkatnya pendapatan para anggota kelompok, sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka. PkM dilaksanakan dengan urutan diskusi awal dengan mitra, penyuluhan tentang penanggulangan hama, penyakit, dan gulma khususnya pada tanaman cabai, hibah peralatan pertanian mulsa plastic, alat semprot elektris, alat bantu tanam biji palawija, penjelasan tentang penggunaan peralatan pertanian semi otomatis yang dihibahkan, dan publikasi. Semua kegiatan PkM dilaksanakan dengan baik, sesuai skedul. Terjadi peningkatan pemahaman anggota kelompok tentang penanggulangan hama dan penyakit tanaman, serta mekanisasi pertanian. Ketua kelompok dan seluruh anggota merasa puas terhadap pelaksanaan pengabdian ini, serta menyampaikan apresiasi kepada tim pengabdian UMY. PkM ini diharapkan dapat meningkatkan income anggota kelompok. PkM ini menghasilkan publikasi ilmiah di prosiding seminar nasional, publikasi di media massa online, dan publikasi di canal studies in the 1980s and early 1990s drew on the Boserup–Ruthenberg theories of farming systems evolution to argue that African countries were not yet ready for widespread agricultural mechanization. Through applying the theories of farming systems evolution and of induced innovation in technical change, this paper shows that demand for certain mechanized farming operations particularly plowing has emerged even among smallholders, suggesting that supply issues may now be the main constraint to successful mechanization. We therefore adopt a supply chain approach to analyze two types of mechanization practices in Ghana, a recent state-led mechanization program and the private sector-led service hiring market, against an international perspective by drawing on three Asian supply models. We identify two major flaws in existing policies. First, the agricultural mechanization service centers that the government promotes fail to use tractors services with sufficient intensity. Second, direct importation of agricultural machinery by the government inhibits imports of appropriate and affordable machinery. In contrast, the development of mechanized service hiring market in which medium and large scale farmers who are tractor owners provide hiring-out services to small-scale farmers represents a promising model for sustainable mechanization in Ghana. This private sector-led second model is consistent with international C. DorfThe most important tables from every engineering discipline in one volume collected from the best, most authoritative references in the business-it’s now more than wishful thinking. The CRC Handbook of Engineering Tables makes it a reality. The most frequently consulted tables and figures from CRC’s acclaimed engineering handbooks are gathered together to provide a one-stop resource for the data that engineers around the world rely upon. Organized by engineering specialty and extensively indexed, this handbook is designed for fast, convenient access and is one reference you’ll want to keep close at hand throughout your small landholdings, a high degree of land fragmentation, and rising labor costs, agricultural production in China has steadily increased. If one treats the farm household as the unit of analysis, it would be difficult to explain the conundrum. When seeing agricultural production from the lens of the division of labor, the puzzle can be easily solved. In response to rising labor costs, farmers outsource some power-intensive stages of production, such as harvesting, to specialized mechanization service providers, which are often clustered in a few counties and travel throughout the country to provide harvesting services at competitive prices. Through such an arrangement, smallholder farmers can stay viable in agricultural ini disusun sebagai bahan bantu mahasiswa yang mengambil matakuliah Pengantar Teknologi Pertanian pada fakultas/jurusan/program studi Teknologi Pertanian. Meskipun semikian, beberapa bab didalamnya dapat digunakan sebagai bahan pemerkaya kuliah lain atau bacaan bagi yang menaruh minat pada perkembangan teknologi dan pertanian. Isi buku meliputi sebagai berikut Arti dan ruang lingkup teknologi pertanian; Pendidikan, sumberdaya manusia dan profesi teknologi pertanian; Sumberdaya alam pendayagunaan dan pelestariannya; Energi pendayagunaan dan pengelolaan berkelanjutan; Pembangunan pertanian di Indonesia; Agroindustri peran, prospek, dan perkembangannya di Indonesia; Agroindustri Pedesaan dan Perekonomian rakyat; Teknologi pertanian dan persaingan global; Peranan teknologi Pertanian dalam standarisasi dan sertifikasi mutu; Inovasi teknologi dan hak atas kekayaan intelektual HaKI; Pembangunan agroindustri dan alih teknologi; Peran bioteknologi dalam pengembangan Uk KimKorea has achieved successful farm mechanization over the past 45 years. Mechanization for rice production is almost complete and that for horticulture and livestock is well under way. In this regard, the Korean government has instituted a number of policies to promote farm mechanization, including distribution, production, marketing, inspection, after-sales service, and the training of end users of agricultural machines. This paper reviews the progress of Korea's farm mechanization and the policy directions of the Korean government with respect to the promotion of farm mechanization. Some problems in the implementation of the policies are discussed. The successful actualization of the Korean farm mechanization represents a good benchmark for policy makers in developing countries, particularly for those who preside over rice growing regions in Asia. A country's farm mechanization policies affect the farmers, machine manufacturers, and agricultural productions of the country; thus, such policies should be implemented on the basis of the country's local conditions and rural economy. To achieve successful farm mechanization, the rural economy must remain economically viable, and there must be a reduction in rural labor force. Korea's success has been due to its industrial development. Alan OlmsteadPaul W. RhodeIn 1790, roughly 90% of the US population lived in rural areas and most of these people were farmers. By 2010, only of the labor force worked on farms. This movement of people out of agriculture was facilitated by mechanization that allowed one worker to do the work of many. This essay highlights some of the key innovations, including tillage equipment, harvesting machinery, and power sources that transformed the American farm view of the significance of agricultural commercialization for rural development, this study analyzed factors determining agricultural commercialization and mechanization in the hinterland of an urban centre in Morang district, Nepal. Information needed for the study was collected through a questionnaire survey, covering 120 farm households, and group discussion and key informant interviews. The regression analysis of determinants of agricultural commercialization revealed four significant variables, namely, the amount of inorganic fertilizer used, area under tractor-ploughing, area under pump-set irrigation and landholding size. The predicted R value of R square of and adjusted R square of indicate the high explanatory power of the model as a whole. The regression model related to the area under pump-set irrigation predicted the degree of agricultural commercialization and the distance from the city as significantly influencing factors, with a predicted R value of R square of and adjusted R square of The analysis of determinants of the area under tractor-ploughing found only the degree of commercialization as a significantly influencing factor, with a predicted R value of R square of and adjusted R square of In both instances of farm mechanization, the degree of commercialization is the most influential factor, indicating the significant role of mechanization in agricultural commercialization. The major policy implications of the findings of the study are outlined.

Sesungguhnyalahirnya ide dan gagasan-gagasan dalam buku ini merupakan bentuk dari semangat dan komitmen untuk kemajuan daerah ini. Akhirnya, semoga Allah SWT senantiasa meridhai perjuangan kita seraya berharap kehadiran buku kecil ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua warga Bone Bolango tercinta. KABUPATEN BONE BOLANGO CEMERLANG
PertanyaanSebagai usaha untuk meningkatkan produksi pangan, para peneliti berhasil mengembangkan bibit unggul melalui teknik hibridisasi. Cabang biologi yang mempelajari hal ini yaitu ....Sebagai usaha untuk meningkatkan produksi pangan, para peneliti berhasil mengembangkan bibit unggul melalui teknik hibridisasi. Cabang biologi yang mempelajari hal ini yaitu .... genetika taksonomi anatomi botani zoologi NVMahasiswa/Alumni Universitas IndonesiaPembahasanGenetika merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat. Ilmu genetika terbagi menjadi atas genetika hewan, tumbuhan, sitogenetika dan genetika manusia. Genetika mempelajari tentang teknik hibridisasi yaitu teknik menggabungkan dua tanaman yang memiliki sifat unggul sehingga mendapatkan tanaman dengan sifat yang terbaik. Oleh karena itu, pilihan jawaban yang benar adalah merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat. Ilmu genetika terbagi menjadi atas genetika hewan, tumbuhan, sitogenetika dan genetika manusia. Genetika mempelajari tentang teknik hibridisasi yaitu teknik menggabungkan dua tanaman yang memiliki sifat unggul sehingga mendapatkan tanaman dengan sifat yang terbaik. Oleh karena itu, pilihan jawaban yang benar adalah A. Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!6rb+Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Setidaknyapasar desa tetap dapat menjalankan peranannya sebagai berikut; 1. Peran Pasar Desa Terhadap Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa. Kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan yang mana sebagian besar bergantung pada kondisi alam dan potensi lokal, maka sangat membutuhkan adanya pasar desa sebagai wadah pertukaran produk antar warga.
20 Soal Pilihan Ganda + Jawabannya Biologi Kelas 10 Bab 1 Ruang Lingkup Biologi ~ Pembaca Sekolahmuonline, berikut ini kami sajikan Contoh Soal Pilihan Ganda lengkap dengan jawabannya mata pelajaran Biologi Kelas X Bab 1 yang membahas tentang Ruang Lingkup dibaca dan dipelajari semoga bermanfaat. Jangan lupa berbagi kepada yang lainnya. Cukup dengan meng-klik tombol share sosial media yang Sekolahmuonline sediakan pada postingan di di bawah ini. Selamat dan semangat jugaSoal PG + Jawabannya Biologi Kelas 10 Bab 1 Ruang Lingkup BiologiSoal PG + Jawabannya Biologi Kelas 10 Bab 2 Keanekaragaman HayatiContoh Soal Biologi Kelas X Bab 1 Ruang Lingkup Biologi ~ soal-soal berikut ini dengan memilih huruf A, B, C, D, atau E pada jawaban yang benar dan tepat!1. Ruang lingkup biologi yang dalam pengkajiannya memerlukan alat bantu mikroskop, misalnya….A. Atom dan molekulB. Organel, sel dan jaringanC. Bioma dan biosferD. Membran Sel sajaE. Organ dan sistem organJawaban BMikroskop mempunyai benda untuk melihat benda-benda kecil mikroorganisme. Mikroskop cahaya dapat memperbesar benda maksimal 1000X dan dapat melihat sel, sebagian organel sel dan jaringan. Untuk emlihat keseluruhan organel sel diperlukan mikroskop electron yang bisa memperbesar maksimal hingga 2 juta Dalam usaha meningkatkan produksi pangan para peneliti telah berhasil mengembangkan bibit unggul dengan cara hibridasi. Cabang biologi yang mendasarinya adalah…A. SitologiB. HistologiC. TaksonomiD. GenetikaE. BotaniJawaban DHibridasi adalah perkawinan silang yang sejenis dengan harapan mengashilkan keturunan yang unggul. Persilangan antar gen bertujuan menghasilkan bibit unggul3. Kejadian berikut yang bukan merupakan objek kajian biologi adalah….A. Pembuatan tempe dengan memanfaatkan bioteknologi konvensionalB. Pengamatan air kolam dengan mikroskop dan menemukan benda bergerakC. Bangkai tikus yang membusuk setelah dibiarkan beberapa hariD. Kandungan mineral sulfur pada batuan sekitar gunung berapiE. Bintil akar pada tanaman polong-polonganJawaban DKandungan mineral sulfur terdapat pada ilmu yang mempelajari tentang batuan atau yang lebih dikenal dengan geologi4. Objek dan kajian biologi yang diperlukan untuk mengembangkan obat penyakit flu burung SARS adalah….A. BakteriB. VirusC. SanitasiD. ParasiteE. EpidemiologiJawaban BPenyebab penyakit SARS Severe Acute Respiratory Syndrome adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh koronavirus5. Di suatu tempat terdapat kumpulan kelompok belalang,kelompok semut dan kelompok rumput. Kumpulan kelompok tersebut akan membentuk…. A. EkosistemB. KomunitasC. BiomaD. BiosferE. LingkunganJawaban BKomunitas adalah kumpulan sejumlah populasi yang menempati suatu wilayah tertentu6. Sebelum melakukan penelitian ilmiah, peneliti harus mempersiapkan hal-hal berikut, kecuali…A. Alat dan bahanB. Metode penelitianC. Laporan penelitianD. Objek penelitianE. Variable data yang akan diukurJawaban CLaporan peneltian dilakukan setelah melakukan penelitian. Sedangkan pertanyaannya yag dipersiapkan sebelum penelitian7. Pada percobaan “Pengaruh zat pewangi pakaian terhadap kehidupan ikan”, digunakan ikan dengan jumlah dan berat ikan yang sama. Hal tersebut merupakan variable…A. TerikatB. BebasC. ControlD. ResponE. ManipulasiJawaban AIkan adalah variabel yang mengalami perlakuan di observasi atau yang diamati perubahannya karena sejumlah perlakuan8. Berikut ini yang bukan merupakan kegiatan observasi adalah…A. MelihatB. MendengarC. MengukurD. MembauiE. MeramalkanJawaban EMetode ilmiah adalah langkah-langkah berfikir ilmiah tidak ada meramalkan, yang ada hipotesa atau dugaan sementara9. Pada penulisan makalah terdapat bab yang membahas pengolahan data, yaitu bagian …A. AbstrakB. PembahasanC. KerangkateoriD. PrakataE. Metodologi penelitianJawaban BHasil observasi atau pengamatan akan diolah pada bagian pembahasan10. Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar orang Indonesia. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa konsumen pada umumnya mencari dan membeli beras yang putih dan bersih. Hasil sudah petugas BPOM menemukan beras yang mengandung zat pengawet, seperti formalin, boraks, dan zat pemutih seperti klorin. Hal ini tentu sangat merugikan konsumen dari segi kesehatan dan kualitas beras. Manakan langkah metode ilmiah yang dapat dilakukan konsumen untuk mengetahui kandungan zat pemutih pada beras?A. Mengumpulkan sejumlah fakta dari berbagai sumber terpercaya, tentang bahayanya mengonsumsi beras yang mengandung zat Melakukan eksperimen dengan menggunakan mesin penggiling untuk mengetahui kandungan zat pemutih pada Membuat hipotesis tentang pengaruh penggunaan zat pemutih, seperti klorin dalam beras yang dapat membahayakan tubuh Malakukan eksperimen untuk membuktikan kandungan zat pemutih pada beras dengan menggunakan Menyediakan alat pendeteksi untuk membuktikan adanya kandungan zat pemutih pada beras di rumah masing – masingJawaban ELangkah – langkah metode ilmiah1. Observasi identifikasi masalah2. Rumusan masalah3. Hipotesis dugaan sementara4. Eksperimen5. Hasil Analisis Data6. KesimpulanHasil akhir dari kesimpulan diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk untuk permasalahan yang sedang langkah metode ilmiah yang dapat dilakukan konsumen untuk mengetahui kandungan zat pemutih pada beras Menyediakan alat pendeteksi untuk membuktikan adanya kandungan zat pemutih pada beras di rumah masing – masing. Alat pendeteksi ini lah yang disebut produk dari hasil melalui semua langkah metode ilmiah yang diberikan di Hingga kini penyakit AIDS belum ada obatnya. Penelitian dilakukan oleh para ahli untuk untuk mengetahui aktifitas Virus HIV pada tingkat organisasi kehidupan yaitu….A. MolekulB. SelC. JaringanD. Organ E. Sistem organJawaban B12. Pembuatan Film Hollywood terkenal Jurassic Park, menceritakan kehidupan hewan purba. Ilmu biologi yang berperan adalah…A. EvolusiB. BotaniC. ZoologyD. PalaentologiE. AnatomiJawaban D13. Seseorang akan menjalani transpalasi hati. Hati dipelajari pada tingkat organisasi….A. SelB. JaringanC. OrganD. System organE. IndividuJawaban C14. Berikut manfaat biologi di bidang peternakan adalah…A. Memperbanyak dengan tehnik kultur jaringanB. Membuat antibody monoclonalC. Membuat vaksin pencegah penyakit virus SARSD. Terapi gen transgenic menghasilkan susu sapi lebih berkualitasE. Mengahsilkan insulinJawaban D15. Sekelompok peneliti melakukan pengamatan terhadap perilaku sekumpulan harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae. Pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok ini dilakukan pada tingkat ….A. EkosistemB. KomunitasC. PopulasiD. IndividuE. BiomaJawaban C16. Seorang peneliti mengamati lingkungan X, Ia menemukan bahwa banyak bayi yang terlahir cacat. Setelah ditelusuri, hal tersebut terjadi karena masyarakat mengalami kekurangan gizi serta lingkungannya yang kurang terjaga. Kasus tersebut berhubungan dengan bidang studi ….A. ParasitologyB. GinekologiC. TeratologiD. GenetikaE. FisiologiJawaban C17. Dalam penelitian, eksperimen dilakukan untuk menguji ….A. Pengumpulan dataB. Rumusan masalahC. Latar belakangD. KesimpulanE. HipotesisJawaban C18. Perhatikan tabel hasil panen tanaman jagung berikut!Berdasarkan tabel tersebut, kesimpulan yang sesuai adalah ….A. Untuk meningkatkan hasil panen terkadang tidak diperlukan pupukB. Penggunaan pupuk kompos memberikan hasil panen yang lebih produktif dibandingkan penggunaan pupuk NPK dan UreaC. Penggunaan pupuk NPK memberikan hasil panen yang lebih produktif dibandingkan penggunaan pupuk UreaD. Penggunaan pupuk Urea memberikan hasil panen yang lebih produktif dibandingkan penggunaan pupuk NPKE. Setiap pupuk memberikan hasil panen yang sama terhadap tanaman jagungJawaban C19. Perilaku yang benar dan aman saat di laboratorium adalah …A. Membawa bekal makananB. Mengenakan pakaian ketatC. Serius dan tekunD. Bersikap gembira dan bercandaE. Menggunakan seragam sekolahJawaban C20. Perhatikan gambar berikut ini!Jika kalian memasuki laboratorium dan melihat gambar ini, berarti zat tersebut bersifat….A. KorosifB. BeracunC. RadioaktifD. Mudah meledakE. Mudah terbakarJawaban ALengkap Soal Biologi Kelas 10 dan Kunci JawabannyaSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 1 Ruang Lingkup BiologiSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 2 Keanekaragaman HayatiSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 3 Sistem KlasifikasiSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 4 VirusSoal Pilihan Ganda + Jawabannya Biologi Kelas 10 Bab 5 BakteriSoal Pilihan Ganda + Jawabannya Biologi Kelas 10 Bab 6 Protista35 Soal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 7 Jamur FungiSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 8 PlantaeSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 9 AnimaliaSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 10 EkosistemSoal Pilihan Ganda Biologi Kelas 10 Bab 11 Perubahan LingkunganSoal UH Biologi Kelas 10 Bab 11 Perubahan Lingkungan

Pengalamandi Jawa Tengah, misalnya, menunjukkan bahwa telah berlangsung proses saling asing antara kegiatan penelitian pangan oleh universitas, di satu sisi dan pengembangan produk pangan oleh pelaku usaha, di sisi lain. Para pelaku usaha berhasil mengembangkan atau merekacipta banyak produk pangan baru yang bukan saja inovatif tetapi juga

GDHalo Irema, kakak bantu jawab ya Jawabannya adalah D. Genetika Yuk simak penjelasannya Hibridisasi adalah perkawinan antar spesies, suku, ras atau varietas tanaman yang bertujuan untuk memperoleh organisme yang diinginkan. Hibridisasi bertujuan untuk menambah keragaman genetik baru dalam jumlah banyak dan menghasilkan kombinasi genetik dari tetua-tetuauntuk menghasilkan keturunan yang unggul. Cabang biologi yang mendasari terjadinya hibridisasi adalah genetika yaitu cabang ilmu biologi yang mempelajari pewarisan sifat pada organisme maupun suborganisme virus dan prion Jadi jawaban yang tepat adalah D. Genetika Semoga membantuYah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan! TohirMangkudidjojo, penulis esai berjudul Beberapa hal mengenai usaha meningkatkan produksi pangan, yang terbit tahun 1965. Produksi Pangan – Dalam surat-kabar sering kali kita membatja berita, bahwa gerakan pembasmian hama disesuatu daerah tertentu di Djawa telah berhasil mengganjang sekian puluh atau sekian ratus ribu ekor tikus. HFMahasiswa/Alumni Universitas Negeri Semarang22 September 2022 1440Jawabannya adalah A. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang gen, variasi genetik dan pewarisan sifat. Salah satu keuntungan kita mempelajari ilmu genetika adalah kita dapat mempelajari pewarisan sifat pada tanaman sehingga dapat menyilangkan atau hibridisasi dua tanaman yang memiliki satu sifat unggul sehingga mendapatkan keturunan atau bibit yang unggul. Contohnya menyilangkan atau hibridisasi pohon mangga berukuran kecil dan rasanya manis dengan mangga berukuran besar dan rasanya asam sehingga menghasilkan bibit unggul yaitu mangga berukuran besar dan rasanya manis. Berdasarkan penjelasan di atas maka jawabannya adalah A. Yah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan! . 279 6 120 424 137 372 3 172

dalam usaha meningkatkan produksi pangan para peneliti telah berhasil